Senin, 30 Mei 2011

KARENA AKU BUKAN AISYAH… (part 3 / End)



Wrong willing??

Sejak berteman di facebook, aku sering diskusi dan sharing dengan Kirei. Ternyata dia bisa jadi teman sharing yang menyenangkan karena dia mengetahui banyak hal yang aku tidak tahu. Bahkan dia menulis banyak note yang sangat bermanfaat, terutama dalam hal agama. Tidak heran kalau dulu banyak temanku yang ingin berkenalan dengannya dan tidak heran pula bila temannya di facebook sudah ribuan banyaknya. Bahkan ku akui dia memang pantas menjadi seorang akhwat yang banyak didambakan para ikhwan.

Tidak terasa semakin hari aku semakin mengaguminya. Suatu hari aku beranikan diri untuk mengutarakan kekagumanku pada dirinya dan keinginanku untuk mengenal keluarga juga orang – orang terdekatnya melalui pesan di inbox FBnya. Cukup lama aku menunggu jawabannya, akhirnya aku berkesimpulan bahwa dia menolak keinginanku karena sudah sebulan sejak pesanku itu akun FBnya tidak aktif.

Sementara itu, temanku Daffa masih suka menggodaku dengan lagu – lagu melankolisnya. Seperti siang ini, dia menyanyikan lagu “Ayat – ayat Cinta” –nya Rossa dengan suara seraknya ketika tiba – tiba masuk ke kamarku saat aku sedang menge-check inbox FBku. “Di, dirimu ditanyain sama adikku kemarin”, sapa Daffa dengan senyum simpulnya. Aku tak tahu apa maksud senyumnya itu, “oh ya? Apa kbr si Shafira sekarang?”, aku balik bertanya. “Alhamdulillah baik-baik ja, dia titip salam kemaren. Hehe….”, ujar Daffa. Ku jawab saja “waalaykumsalam…” dan pikiranku masih bertanya-tanya ke mana si Kirei, ada apa dengan dirinya.

Kisah dari Sang Aisyah

Sejak tiada balasan apa pun dari Kirei, aku sudah jarang sekali aktif di facebook. Sepertinya yang menarik dari jejaring sosial tersebut hanya berbagi cerita dengannya. Siang ini sebuah sms dari nomor yang tak ku kenal membuatku penasaran. “Assalamualaykum, maaf lama tak membalas pesannya coz aq sgt sibuk akhir2 ni. Klo brkenan temui aq d rmh mkan HALAL ba’da Ashar. Wass.”, demikian isi smsnya tanpa ada nama pengirimnya. Aku menduga mungkinkah sms itu dari Kirei atau orang salah kirim?. Aku putuskan untuk temui saja orang itu, hitung-hitung menambah kenalan baru pikirku.

Tepat pukul 4 sore aku sudah berada di rumah makan sederhana yang terletak strategis persis di sebelah masjid di tengah kota. Seorang lelaki setengah baya langsung menyambutku dengan senyum ramahnya. “Assalamualaykum, maaf apa benar Anda yang namanya Vivaldi?”, tanyanya. Dengan ekspresi heran ku jawab pelan, “benar, maaf apa kita sudah pernah kenal sebelumnya?”. “belum, tapi kita akan segera kenal. Silahkan duduk”, jawab lelaki itu seraya menawarkan sebuah tempat untuk duduk. Kemudian seorang wanita keluar dengan membawa dua gelas minuman, “minum dulu Di, thanks dah datang ke sini”. Dia adalah Kirei, kemudian dia mengambil tempat duduk tepat di depanku. “apa kabar, Di? Maaf kalau tiba-tiba memintamu datang kemari karena ku pikir ini adalah tempat yang tepat untuk ngobrol langsung denganmu. Kebetulan rumah makan ini adalah milik pamanku, yang menyapamu tadi tuh” lanjutnya tanpa titik koma lagi. “Alhamdulillah kabarku baik, makasih udah mengundang ke tempat yang tepat”, jawabku. “rasanya ga perlu basa basi lagi, aku mau menceritakan sesuatu padamu dan mungkin ini akan mempengaruhi penilaianmu kepadaku”, ujar Kirei dengan senyum simpulnya. Tiba-tiba rasa penasaran melingkupi pikiranku, apa yang dia maksud akan mempengaruhi penilaianku padanya?. Belum sempat aku bertanya, Kirei sudah mulai bicara lagi, “tolong jangan bertanya sampai aku selesai bercerita, aku mohon dengarkan dulu seluruhnya”.

“sebelumnya terima kasih atas penilaian positifmu tentangku dan keinginanmu untuk lebih akrab dengan keluargaku. Tapi sebenarnya Kirei yang kamu kenal ini tidak seperti yang kamu pikirkan. Aku pernah punya masa lalu yang menyedihkan, beberapa tahun lalu penampilanku tidak seperti sekarang. Dulu aku adalah anak band yang kebanyakan temanku cowok, kebetulan aku satu-satunya wanita dalam bandku. Sebagai anggota band aku juga menjalin hubungan atau orang pacaran dengan salah satu anggota band kami. Namanya Zyan, dia adalah gitaris band kami dan kebetulan dia punya seorang sepupu cewek yang juga sangat akrab denganku. Suatu hari setelah hari pertunangan kami, terjadi peristiwa yang sangat membuatku terpukul. Zyan mengalami kecelakaan saat ingin menjemputku untuk latihan nge-band, motor yang dikendarainya ditabrak sebuah mobil yang dikendarai sopir yang dalam keadaan mabuk. Nyawanya tak tertolong lagi, akhirnya dia meninggal saat itu juga. Aku tidak bisa menerima takdir yang terjadi pada kami, setiap hari saat sendiri aku sering menangis dan menyalahkan diriku atas kejadian itu. Teman-temanku sering datang menghibur tapi tak membuatku bangkit dari keterpurukan, sempat aku terpikir untuk menyusul Zyan ke alam sana tapi beruntung seseorang berhasil menyadarkanku meski harus perlahan. Orang yang berjasa mengenalkanku pada keindahan Islam itu adalah sepupu Zyan yang memang sudah ku anggap seperti adikku sendiri. Dia mengajarkanku bagaimana menjalani hidup di jalan yang diridhoi Allah. Mungkin sebentar lagi dia akan kemari karena dia sering mengajakku ikut pengajian malam jumat, kelak ku kenalkan padamu.”

“Setahun kemudian, tepatnya delapan bulan yang lalu aku memutuskan untuk pindah tinggal bersama paman dan bibiku di sini agar aku bisa benar-benar melupakan kehidupanku yang lalu. Aku merubah penampilan dengan menutup aurat seperti yang kamu lihat sekarang ini juga baru satu tahun dan insyaAllah akan terus perbaiki diri. Adik sepupu Zyan itu banyak memberi contoh wanita-wanita mukmin yang patut ditauladani, kamu tau Aisyah kan Di? Dia adalah wanita yang kami berdua sangat kagumi, semoga kami bisa mencontohnya. Oh iya, note-note yang ku posting di FBku itu kebanyakan ku dapat dari adik sepupu Zyan itu. Dan hadist atau ayat Alquran yang pernah ku posting itu juga referensi dari dia. Kamu tahu kenapa aku suka menulis semua itu? Karena aku bukan seperti Aisyah yang begitu sempurna yang memberi contoh bikan mencontoh. Aku rasa cukup sampai sini dulu ceritaku karena sudah mendekati maghrib. Setelah tahu tentang masa laluku aku yakin kamu punya penilaian lain padaku. Sekarang terserah Aldi, masih mau melanjutkan hubungan kekeluargaan denganku atau tidak”, demikian Kirei mengakhiri ceritanya.

Aku masih terkesima dengan kisahnya dan belum sempat berkomentar apapun, tiba-tiba sebuah suara menyapa. “Assalamualaykum, Kak Rei lagi ada tamu ya?”. Kirei langsung beranjak ke asal suara, “waalaykumsalam, Fira kebetulan dek ada seseorang yang mau kakak kenalkan nih ayo gabung dengan kami”. “Di, ini Fira yang aku ceritakan tadi. Kenalan dulu”, ajak Kirei. Saat aku beranjak untuk menyambut ajakan perkenalan itu betapa terkejut diriku, begitu juga Fira menunjukkan ekspresi yang sama. Sebuah kalimat meluncur hampir bersamaan dari mulut kami, “Kak Valdi???” serunya. “Shafira, adiknya Daffa kan?” ujarku.