Selasa, 09 Agustus 2011

IKHWAN NARSIS

“Astaghfirullah, Kak Khalis….”, seru Shofi. Gadis manis itu merasa terkejut saat sedang menikmati bacaan novelnya di teras rumah dan tiba – tiba seseorang datang menutup bacaannya. Tanpa rasa bersalah si Khalis masuk rumah dengan membawa novel itu sementara Shofi membuntutinya dengan raut kesal. “Assalamualaykum ! Ibu…ibu…”, Khalis langsung menuju dapur menemui Ibu Shofi yang sedang mempersiapkan masakan untuk berbuka puasa. “Wa’alaykumsalam….”, jawab ibu tanpa menoleh, sepertinya dia sudah tahu siapa yang datang. “Kakak, balikin dong novel Shofi, usil banget sih ! orang masih baca bukunya diambil”, seru Shofi lagi. “Iya..iya, pinjam bentar ja sewot banget sih, aku kan cuma mau lihat sinopsisnya. Lagian bulan puasa nih, jangan marah – marah entar ga dapat pahala lho !”, ujar Khalis tersenyum puas sambil mengembalikan buku kepada si empunya. “makasih !”, ujar Shofi sembari buru – buru mengambil novelnya kemudian berlalu pergi ke kamarnya. Sang ibu hanya bisa geleng – geleng kepala melihat kelakuan kedua anak tersebut.

Sementara itu Khalis yang melihat ibu Shofi sedikit kerepotan memasak, menawarkan bantuan. “Ibu masak apa? Khalis bantuin ya?”, tanyanya. “Emangnya kamu bisa masak?”, ibu Shofi balik bertanya. “Hmm….enggak sih, tapi mungkin Khalis bisa bantu ngiris – ngiris atau bersihin sisa – sisa masaknya. Hehe…”, sahutnya dengan senyum malu. “hehe…”, ibu Shofi balas senyum kemudian bertanya lagi, “ lah emangnya kamu ga bantuin ummi-mu di rumah?”. “oh justru karena Khalis sudah selesai bantuin Ummi makanya ke sini tadi udah pamit kok sama Ummi”, tutur Khalis.

Flashback

Sepuluh tahun lalu Ikhwan Khalis Putra hanya seorang anak yang pemurung dan tidak banyak bicara. Hal itu sebenarnya dampak dari kehilangan abi yang sangat disayanginya karena sakit sewaktu dia baru duduk di kelas dua Sekolah Dasar. Ummi-nya sudah lelah menghiburnya namun sia – sia, Khalis tetap susah untuk ceria. Hingga kemudian umminya mengajaknya pindah ke rumah baru yang kebetulan bertetangga dengan sahabat sang ummi, dia adalah ibunya Shofi. Kebetulan Shofi adalah anak tunggal, dia ingin sekali mempunyai seorang kakak. Jadilah Shofi riang hati ketika diberitahu ibunya kalau dia akan dapat kakak, anak dari sahabat ibu. “Shofi, nanti mama kenalin sama anak teman mama kebetulan dia juga ga punya adik, mama udah Tanya ke ibunya dan katanya Shofi boleh anggap dia sebagai kakak Shofi”, ujar ibunya dengan tersenyum. Shofi yang baru masuk Sekolah Dasar terlihat gembira sekali, “benar ma? Jadi Shofi punya kakak sekarang? Asyik..asyik…!” serunya. Ibunya hanya tersenyum melihat keceriaan putrinya.

Sifat Shofi yang ceria ternyata mampu menghapus kesedihan di raut murung Khalis, perlahan – lahan dia bisa mengikuti keceriaan sang adik bahkan kian hari semakin banyak keusilan yang dilakukannya pada adik satu – satunya itu. Ibu Khalis senang melihat keceriaan di wajah anaknya, dia sangat berterima kasih pada keluarga Shofi karena sudah menganggap mereka seperti keluarga sendiri. Ayah dan ibu Shofi juga senang bisa punya anak laki – laki seperti Khalis karena ada yang menjaga Shofi, bahkan ayah Shofi membantu membiayai pendidikan Khalis hingga dia bisa menghasilkan uang sendiri. Sementara Shofi dan Khalis sudah benar – benar seperti saudara kandung, ke mana pun adiknya pergi Khalis selalu jadi pengawalnya dan Shofi senang ada yang melindunginya.

still continue..... ^_^