Kamis, 24 Desember 2009

BUKAN MAGNET (Inspired by True Story)


Terkadang kita tidak bisa mengerti atas hal – hal tertentu yang terjadi dalam kehidupan manusia. Bukankah setiap diri itu telah diciptakan berlawanan untuk saling melengkapi dan membutuhkan?

Aku jadi teringat pelajaran fisika sewaktu di SMP dulu. Bahwa magnet terdiri dari dua kutub yang berbeda, antara dua kutub yang berlawanan akan terjadi tarik – menarik dan kutub yang sama akan tolak – menolak. Setidaknya itulah materi pelajaran fisika yang paling ku ingat sampai sekarang. Aku juga ingat Pak Suherwan, guru fisika waktu itu juga mencontohkan antara manusia maupun hewan sifat magnet itu juga berlaku. Aku yang saat itu masih lugu, menelan bulat – bulat saja teori sifat magnet itu. Namun apa yang ku lihat dan dengar setelah aku kuliah memberiku kesimpulan baru. Ternyata teori sifat magnet itu tidak berlaku pada makhluk bernama MANUSIA !

Kisah si putri dari timur

Namanya Inka, anak – anak se-kost biasa memanggilnya Kak Inka. Dia mahasiswa yang berasal dari ujung timur Indonesia. Dari penampilan dan sikapnya sudah terlihat kalau dia termasuk mahasiswa yang bandel dan cukup malas. Dia sering bolos kuliah hanya dengan alasan ketiduran dan alasan lain yang tidak penting. Tapi kami tahu sebenarnya dia adalah teman yang baik, dia sering membantu kalau ada teman se-kost yang butuh bantuan.

Satu kebiasaan jeleknya yang aku tidak sukai adalah Kak Inka suka merokok dan jorok. Namun aku dan teman – teman lain tidak pernah mau mempermasalahkan hal itu (kami takut ‘cari ribut’ dengannya). Dari penampilan luar Kak Inka terlihat sebagai wanita normal meskipun dia memang tidak pernah berdandan sama sekali.

Kami tidak pernah menyadari kalau ternyata Kak Inka punya kelainan, dia tak pernah tertarik dengan laki – laki. Katanya dia tidak butuh laki – laki karena mereka hanya membuat masalah saja. Waktu dia mengatakan itu kami tidak menganggapnya serius karena kami tahu Kak Inka orang yang suka bercanda.

Tamu dari Bandung

Pada suatu sore saat semua anak kost sedang berkumpul untuk menonton serial Asia di TV (yah, dulu kami se-kost punya acara favorit yang sama yaitu drama Asia !) tiba – tiba ada beberapa orang yang datang mencari Kak Inka, seingatku ada 4 orang wanita yang agak gemuk badannya.

“Kawan – kawan, kenalkan mereka ini temanku dari Bandung”, begitu Kak Inka memperkenalkan orang – orang tadi kepada anak – anak kost yang lain. Setelah perkenalan singkat itu, Kak Inka dan tamunya itu segera pergi. Kata Kak Inka sich mau menemani mereka keliling kota Semarang.

Begitu mereka pergi, salah seorang teman kost-ku nyeletuk, “mereka itu perempuan yang suka perempuan !”. Kami benar – benar terkejut mendengarnya, “lesbi maksudmu???” Secara serentak kami bertanya padanya. Temanku itu hanya mengangguk mengiyakan. “kamu yakin?”, aku bertanya lagi untuk memastikan.
“iya, kata Kak Inka dia kenal mereka karena sering ‘chatting’ dan join kelompok penyuka sesama”, ujar temanku yang bernama Rara itu lagi. “kalau tidak percaya ayo kita buktikan malam nanti”, lanjutnya lagi.

Spying night

Malam itu anak – anak kost lantai 2 yang biasa pada tidur cepat, sengaja menyediakan waktu untuk tidak tidur lebih awal semata – mata untuk membuktikan semua yang dikatakan Rara adalah benar. Sedangkan aku ingin membuktikan teori lama tentang sifat magnet itu adakah berlaku pada manusia atau tidak?

Kami menunggu Kak Inka dan teman – teman barunya itu kembali ke kost dan ternyata mereka kembali dengan salah seorang di antaranya dalam keadaan setengah sadar. Sepertinya mereka habis minum. Mereka langsung menuju ke kamar Kak Inka. Kami pun sudah bersiap beraksi seperti mata – mata musuh yang ingin mencuri informasi berharga dari rivalnya.

Malam itu, Rara, Eta, Ria, teh Widi, Tyas, dan diriku mengendap – endap mendekati kamar Kak Inka dan mencoba melakukan ‘spionase’ dari jendela kamar yang tertutup tirai dan hanya diterangi remang lampu yang ‘hidup segan mati tak mau’ di dekat tangga. Kami berbaris seperti anak bebek yang mengiringi induknya, Rara sebagai pemimpin barisan berada paling depan. Sementara diriku berada di paling belakang barisan itu.

Bergantian kami mencoba melihat apa yang terjadi dalam ruangan berukuran 3 x 3 meter itu. Sayangnya begitu tiba giliran 3 orang yang terakhir (itu termasuk diriku) tidak sempat melihat apa pun di sana karena tiba – tiba saja dari dalam seperti ada suara orang akan membuka pintu. Kami ketakutan seperti dikejar setan segera ambil langkah seribu, bisa gawat kejadiannya kalau ketahuan oleh mereka.

Ibu yang sakit hati

Hari ke dua mereka di kost, salah seorang yang keliahatannya paling tua dan bongsor badannya mencoba berteman lebih akrab dengan Tyas dan diriku. Aku terkejut saat dia tiba – tiba mendekatiku dan bertanya basa basi tentang Semarang (jujur, aku benar – benar takut didekati wanita seperti dia) tapi tetap bersikap ramah padanya. Yang membuatku lebih merasa aneh, tiba – tiba dia berbisik padaku “Wi, aku boleh pinjam mukena kamu ga?” begitu katanya. Dengan pandangan seperti tidak percaya, aku bertanya “untuk apa?”. Dia tersenyum sembari menjawab, ”kamu pikir apa fungsi mukena? Yah untuk sholat lah. Apa ada larangan untuk tamu untuk numpang sholat di sini?”. Dengan muka merah padam karena malu dianggap seperti orang yang tidak tahu fungsi mukena, aku katakan padanya, “maaf, silahkan sholat di kamarku”. Kemudian aku meminjamkan mukenaku dan mengizinkannya sholat di kamarku.

Sementara dia sholat, aku masih mencoba mengendalikan pikiran realistisku yang tidak bisa menerima bahwa seorang wanita penyuka sejenis itu tetap beribadah dan ingat pada Tuhannya. Prasangka buruk mulai muuncul di benakku, “mungkin dia hanya bersandiwara untuk menutupi siapa dirinya yang sebenarnya kepada kami? Dia pikir kami tidak tahu kalau dia tidak normal?”. Tapi firasatku mengatakan dia tidak berbohong, dia menunjukkan dirinya yang sebenarnya. Ku lihat Tyas seperti orang bingung, aku dapat menebak pastilah dia juga berpikir sepertiku.

Selesai sholat wanita yang bernama Desi (begitu dia menyebut namanya) itu segera bergabung lagi dengan aku dan Tyas yang sedang ngobrol di kamar Tyas yang bersebelahan dengan kamarku. Dia mulai mengakrabkan diri, sekiranya merasa telah akrab dengan kami dia mulai bercerita tentang kisah hidupnya.

Begini dia bercerita, “sebenarnya aku pernah menikah dan sudah punya 2 orang putri di Bandung, pernikahan itu cuma bertahan 5 tahun aja. Suamiku menceraikan diriku dengan alasan sudah tidak bisa bersamaku lagi. Aku tahu dia mencintai perempuan lain. Sejak perceraian itu aku udah ga percaya lagi sama yang namanya laki – laki, aku merasa mereka semua pembohong”. “Tapi ga semua laki – laki seperti itu Mbak !”, Tyas memotong ceritanya. “aku udah 2 kali dikecewakan laki – laki dan bukan aku aja, banyak temanku yang lain mengalami hal serupa”, lanjut Mbak Desi. Aku jadi ikut memotong, “maksud Mbak teman – teman Mbak yang ikutan ke sini itu?”. “Yang seperti ini bukan cuma kami, masih banyak di Bandung dan Jakarta”, jawabnya. Refleks aku menyahut, “hah?? Masih banyak?”. Ibu 2 anak itu hanya tersenyum lalu melanjutkan ceritanya.

“Dulu setelah cerai aku sempat menjadi TKI di Malaysia, di sana ternyata aku banyak ketemu perempuan – perempuan sepertiku. Mereka terpaksa bekerja seperti itu untuk menghidupi diri dan anak – anaknya karena status ‘single parent’-nya. Ga lama aku jadi TKI Cuma 1 tahun terus aku balik ke Bandung karena kasihan sama anak – anak. Waktu balik Bandung, aku gabung dengan komunitas perempuan yang kecewa dengan laki – laki, kami sering ‘sharing’ baik secara langsung maupun di ‘forum YM’. Mungkin dari situ aku mulai merasa ada perasaan yang ga wajar dengan sesama perempuan, aku merasa nyaman bersama mereka dan ternyata mereka pun sama sepertiku. Jadilah kami perempuan penyuka perempuan. Tapi biarpun begitu, aku tetap ingat Tuhan lho ! makanya aku tetap melakukan sholat walaupun teman – teman yang lain tidak ada yang sholat. Ku pikir setidaknya bisa mengurangi sedikit dosa, betul ga?”, tuturnya. Tyas dan aku hanya bengong dan saling berpandangan. Aku yakin Tyas punya pendapat yang sama denganku, “benarkah sholatnya bisa mengurangi dosa yang ga pernah dia niatkan untuk meninggalkannya?”

“wah aku harus menemani Inka dan kawan – kawan dulu, thanks ya udah dipinjamin mukena dan didengarkan ceritaku”, Mbak Desi berseru lalu segera berlalu meninggalkan kami yang masih kebingungan dengan sikapnya yang unik itu.

Pamitan

Tidak lama tamu dari Bandung itu menginap di kost kami karena esok paginya mereka segera berpamitan pada kami, kata Kak Inka dia dan teman – temannya itu akan mengunjungi teman mereka di Jogja terus akan kembali ke Bandung.
Setelah berpamitan dengan seluruh anak kost di situ, mereka pun segera berlalu dengan ajakan basa – basi menawarkan kami untuk main – main ke kota mereka bila ada kesempatan.

Banyak pelajaran yang ku ambil dari mereka, terutama Mbak Desi dengan ‘statement’nya bahwa sholatnya bisa bisa mengurangi dosa yang tetap dilakukan setelahnya. Tapi dari semua hal tentang mereka aku punya dua kesimpulan, “pertama, ternyata manusia tidak lebih pintar dari hewan, karena belum pernah ku dengar ada hewan yang kawin dengan temannya yang satu ‘gender’. Ke dua, ternyata teori sifat magnet tidak berlaku pada manusia

2 komentar:

  1. I really like ur first conclusion, hehe... Keep writing, girl! ^_^

    BalasHapus
  2. thanx for your attention Wee ^_^

    BalasHapus